Laman

Kamis, 01 April 2010

Rahasia Suami


Seksi. Ia sangat anggun dengan jilbab cantik menghiasi wajahnya. Dengan sapuan kosmetik tipis, Ajeng tampil mempesona seluruh pegawai laki-laki di ruangan ini termasuk diriku. Dan yang membuatku tambah kelimpungan, Ajeng sering mengajakku berdiskusi tentang apa saja soal agama, pekerjaan dan lain-lain. "Mas antar ajeng ke Mall yah buat beli peralatan kantor," ajaknya manja. Kuayunkan langkahku menuju kantor. Tepat di ujung meja, Ajeng melempar senyum manisnya serta anggukan hormat. Aku tergagap. Kubalas anggukannya walau sedikit kaku.
Sudah sebulan ini Ajeng menjadi pegawai baru di kantorku. Orangnya sangat ramah dan cantik.

"Eh... sejak kapan aku kok memperhatikan kecantikan orang lain selain istriku," pikirku jengah. Ajeng memang berbeda dengan teman-teman wanitaku di kantor yang berpakaian gelagapan. "Wah bahaya ini,
panah-panah setan mulai menusuk hati," batinku bingung. "Maaf jeng, tidak bisa, aku ada pengajian," tolakku halus. "Sebentar saja deh mas, aku butuh teman nih," rajuk Ajeng lagi. Akhirnya aku kalah dengan rayuan manis yang disodorkan Ajeng.

Sesampainya di rumah, kulihat anak-anak tidur. Kuusap wajahku galau. Terus terang baru pertama kali inilah jiwaku kacau. Godaan Ajeng begitu kuat menghantam relung hatiku. Dan kini aku mulai membanding-bandingkan Ajeng dengan Dewi, istriku yang setia selama 7 tahun menemaniku dalam suka dan duka. Ajeng selalu wangi sedangkan Dewi selalu bau masakan dan air susu. Ajeng tampil modis sedangkan Dewi berdaster ria. "Ah... kenapa aku kok tiba-tiba usil dengan penampilan Dewi, padahal sebelum ada Ajeng aku suka dengan bau badan Dewi."

"Terlambat lagi mas, banyak lembur yah?" tanya Dewi polos. Aku mengangguk ragu. Aku telah berbohong. Kutatap Dewi lekat-lekat. Wajahnya teduh, aku tertunduk. "Kenapa aku ini, bukankah Dewi lebih baik dari Ajeng. Dahulu sebelum punya anak Dewi pun wangi dan selalu tampil rapi. Dewi selalu menyejukan hati setiap kali aku ada masalah. Dewi pun tidak pernah rewel walau gajiku kecil sehingga Dewi harus mengurus dua anak kami tanpa pembantu. Dewi selalu siap disisiku kemanapu aku minta. Dan yang utama, Dewi istri salihah yang taat pada Allah dan Rasul." "Dewi... ah, aku telah tak adil padanya. Aku laki-laki yang egois, hanya memikirkan nafsuku saja. Seharusnya jika ada bunga mawar yang menebar pesona, aku tak lantas menjadi kumbang yang langsung menyergap. Belum tentu penampilan bunga mawar itu lebih menarik dari bunga melati yang sederhana namun abadi". Aku me-muhasabah diriku sambil menyeruput teh manis buatan Dewi. "Belum lagi aku membuat Dewi bahagia secara materi, sekarang aku malah mengkhianati cintanya. Satu-satunya kebahagiaan yang dimiliki Dewi dariku."

Kuusap kembali wajahku, basahnya air wudhu menyejukan batinku. Kutatap wajah Dewi. "Kenapa sih mas ngeliatnya kaya begitu", tanya Dewi heran. "Enggak apa-apa de' mas merasa bahagia mempunyai istri seperti ade'. Sekarang tolong dekap mas, de,' Mas ingin sekali mendengar kamu baca Qur'an seperti dulu kita di awal pernikahan", pintaku tulus. Kulihat ada guratan kebingungan di wajah Dewi, tapi seperti biasa Dewi adalah istri yang salihah yang tanpa banyak tanya diturutinya permintaanku. Aku pun tenggelam dalam alunan ayat-ayat suci Al Qur'an yang dibacakan Dewi dengan merdunya. Hatiku lega, mulai besok suamimu akan kembali, Dewi. Suami yang akan menjaga dirinya dari panah-panah setan. Panah seorang Ajeng, dan mungkin akan ada Ajeng-Ajeng lainnya.


Sumber : eramuslim.com

1 komentar: